Info Tarakan – Momentum Hari Sumpah Pemuda ke-97 menjadi refleksi mendalam bagi Komunitas Tarakan Book Party (TBP), sebuah komunitas literasi yang telah aktif menggerakkan minat baca di kalangan anak muda Tarakan sejak 2018. Bagi mereka, semangat Sumpah Pemuda tidak hanya dimaknai sebagai perjuangan politik dan persatuan bangsa, tetapi juga sebagai panggilan untuk membangun kesadaran literasi di era digital yang kian kompleks.
Menyatukan Semangat Pemuda Melalui Buku
Ketua Komunitas Tarakan Book Party, Rizka Amalia, mengatakan bahwa Sumpah Pemuda menjadi simbol tekad anak muda Indonesia untuk bersatu dan bergerak maju. Dalam konteks literasi, semangat itu diterjemahkan sebagai gerakan untuk menyatukan pikiran dan pengetahuan melalui buku dan diskusi.
“Kalau dulu para pemuda bersatu lewat kongres dan perjuangan fisik, sekarang kita berjuang lewat ide, tulisan, dan literasi. Membaca dan menulis adalah bentuk perjuangan baru,” ujar Rizka saat ditemui di Taman Literasi TBP, Minggu (27/10/2025).
Ia menambahkan bahwa komunitasnya berkomitmen menjadikan literasi sebagai jalan pembebasan berpikir dan penguatan karakter pemuda. “Kami ingin generasi muda Tarakan punya semangat kritis, terbuka, dan cinta pada pengetahuan,” katanya.
Literasi sebagai Bentuk Nasionalisme Modern
Dalam kegiatan refleksi Sumpah Pemuda yang digelar komunitas tersebut, puluhan anggota TBP mengadakan diskusi terbuka bertema “Satu Nusa, Satu Bahasa, Satu Literasi”. Acara ini juga diisi dengan bedah buku dan pembacaan puisi bertema perjuangan.
Menurut salah satu pegiat literasi, M. Rafi, nasionalisme di era sekarang tidak bisa hanya diukur dari simbol atau seragam, tetapi juga dari kemampuan generasi muda dalam memahami, menulis, dan menyuarakan gagasan yang membangun bangsa.
“Pemuda literat bukan hanya pembaca buku, tapi juga pembaca realitas. Mereka bisa memfilter informasi, melawan hoaks, dan menjadi agen perubahan,” ungkap Rafi.

Baca juga: DPUPR Tarakan Percepat Proses Agregat Akses Jalan ke TPA Juata Kerikil
Tantangan Literasi di Era Digital
Meski antusiasme anak muda Tarakan terhadap kegiatan membaca mulai meningkat, Komunitas Tarakan Book Party mengakui bahwa tantangan literasi digital masih besar. Rizka menyebut banyak anak muda lebih tertarik pada konten hiburan di media sosial dibanding membaca buku atau jurnal.
“Kami berusaha menyeimbangkan, misalnya dengan membuat konten literasi kreatif di TikTok dan Instagram. Jadi, literasi tidak harus kaku atau formal,” jelasnya.
Selain itu, komunitas ini juga rutin mengadakan kegiatan Book Exchange (tukar buku), Bincang Buku Mingguan, dan Kelas Menulis Kreatif sebagai upaya memperluas akses dan minat baca.
Membangun Identitas Lewat Literasi
Di akhir acara, para peserta menulis pesan reflektif di papan harapan bertuliskan “Sumpah Pemuda Literasi”. Banyak yang menuliskan komitmen untuk terus membaca, menulis, dan berbagi ilmu kepada sesama.
“Bagi kami, Sumpah Pemuda bukan hanya sejarah, tapi semangat hidup. Literasi adalah cara kami meneruskan semangat itu dalam bentuk yang relevan hari ini,” ujar Rizka menutup kegiatan.
Melalui kegiatan seperti ini, Komunitas Tarakan Book Party berharap dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya bangga dengan identitas nasionalnya, tetapi juga cerdas, berwawasan luas, dan berdaya saing tinggi di tengah arus globalisasi.















