Info TARAKAN – Pakar Hukum Pidana UBT Soroti Penangkapan Oknum Polisi di Nunukan, Integritas Lembaga Hukum Dipertaruhkan, Publik kembali dikejutkan oleh keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam jaringan narkotika. Kali ini, sorotan tertuju pada seorang perwira Polres Nunukan yang menjabat sebagai Kasat Resnarkoba, justru diduga menjadi bagian dari sindikat peredaran gelap narkoba. Oknum tersebut telah diamankan oleh Mabes Polri, menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bisa seorang penegak hukum berbalik menjadi pelaku kejahatan yang seharusnya ia basmi?
Fenomena ini bukan sekadar kasus individu, melainkan bukti kegagalan sistemik dalam tata kelola lembaga penegak hukum, terutama di wilayah rawan seperti perbatasan. Dr. Aris Irawan, S.H., M.H., akademisi Universitas Borneo Tarakan (UBT) dan pakar hukum pidana, menyoroti akar persoalan ini dalam wawancara eksklusif.
Kasus Oknum Polres Nunukan: Bukan Insiden Tunggal
Menurut Dr. Aris, kasus ini hanya puncak gunung es dari masalah yang lebih besar. “Ini bukan sekadar pelanggaran individu, melainkan kegagalan sistem pengawasan internal, kontrol institusi, dan integritas di posisi strategis,” tegasnya.
Nunukan, sebagai wilayah perbatasan dengan Malaysia, memiliki tantangan keamanan yang kompleks. Jalur tikus, minimnya personel, dan tekanan ekonomi membuat daerah ini rentan terhadap penyelundupan narkoba. Namun, ketika oknum yang seharusnya menjaga justru terlibat, maka yang patut dipertanyakan adalah:
-
Bagaimana proses rekrutmen dan pengawasan internal Polri?
-
Apakah ada mekanisme pemeriksaan integritas berkala bagi pejabat di posisi rawan?
-
Mengapa pelanggaran seperti ini baru terungkap setelah terjadi, bukan dicegah sejak awal?
Hukum yang Bisa Dijerat Dari Narkotika hingga Penyalahgunaan Wewenang
Dr. Aris memaparkan bahwa oknum tersebut dapat dijerat dengan berlapis pasal hukum, antara lain:
-
UU Narkotika (No. 35/2009)
-
Pasal 112 (Peredaran Narkotika)
-
Pasal 114 (Peredaran dengan Organisasi)
-
Pasal 132 (Penyalahgunaan Wewenang oleh Aparat)
-
-
UU Tipikor
-
Pasal 3 (Penyalahgunaan Jabatan yang Merugikan Negara)
-
Pasal 5, 11, 12, dan 12B (Suap dan Gratifikasi)
-
-
KUHP
-
Pasal 421 (Penyalahgunaan Wewenang)
-
Pasal 415 (Penggelapan dalam Jabatan)
-
-
Kode Etik Polri (Sanksi administratif hingga pemecatan tidak hormat)
“Pelaku harus dihukum ganda: pidana dan etik. Ini penting untuk efek jera dan pemulihan kepercayaan publik,” tegas Dr. Aris.

Baca Juga: Dinas Pendidikan Tarakan Terapkan Ijazah Digital untuk Meningkatkan Efisiensi dan Keamanan
Masalah Sistemik: Lemahnya Pengawasan dan Ketimpangan Vonis
Dr. Aris mengkritik ketimpangan penegakan hukum dalam kasus narkoba. “Kurir atau pengguna kecil sering dihukum berat, sementara bandar atau aparat yang terlibat justru mendapat vonis ringan,” ujarnya.
Beberapa catatan kritisnya:
-
Pengawasan internal Polri harus diperketat, terutama di daerah perbatasan.
-
Perlu sinergi lintas instansi (Polri, BNN, Bea Cukai, TNI) untuk memutus rantai narkoba.
-
Reformasi peradilan agar vonis proporsional, tidak hanya memberatkan pelaku kecil.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Dr. Aris menyarankan:
-
Audit Integritas Berkala bagi pejabat di posisi strategis.
-
Peningkatan Kesejahteraan Aparat untuk mengurangi godaan korupsi.
-
Pemberdayaan Masyarakat Perbatasan sebagai mata-mata pengawasan.
-
Pemanfaatan Teknologi (seperti CCTV dan drone) untuk memantau jalur penyelundupan.
Kasus oknum Polres Nunukan adalah peringatan keras bagi institusi penegak hukum. Jika tidak ada perbaikan sistemik, kepercayaan publik akan semakin terkikis. “Polri harus berani melakukan pembersihan internal dan transparan dalam penindakan. Tanpa itu, kasus serupa akan terus terulang,” pungkas Dr. Aris.









