TARAKAN- Seorang Ibu rumah tangga dan anaknya menjadi korban benang layangan saat sedang berkendara di Jalan Lingkas Ujung, Tarakan Barat. Peristiwa ini terjadi pada Kamis (3/7) sekitar pukul 11.00 Wita, tepatnya di depan Alfamart dekat pom bensin.
Kejadian ini menambah daftar panjang kasus kecelakaan akibat benang layangan di Kota Tarakan, meskipun pemerintah setempat telah berulang kali mengimbau masyarakat untuk tidak bermain layangan sembarangan.
Kronologi Kejadian: Darah Berhamburan, Anak Terlempar dari Motor
Korban, Putri Manu (32), mengisahkan bahwa saat itu ia mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rendah, sekitar 20 km/jam. Anaknya yang masih kecil duduk di depan. Tiba-tiba, tanpa disadari, benang layangan yang nyaris tak terlihat melilit wajahnya dengan kecepatan tinggi.
“Langsung kena muka, kayak dipotong. Darah berhamburan dari atas mata, di alis,” ungkap Putri dengan suara bergetar.
Anaknya yang duduk di depan terlempar dari motor dan mengalami luka di kaki akibat terkena benang yang sama. Putri berusaha melindungi anaknya, namun kaus tangan yang ia kenakan robek, menyebabkan tangannya juga terluka.
Evakuasi dan Kondisi Kritis: Sempat Pingsan, Butuh 12 Jahitan
Warga sekitar segera membantu mengevakuasi Putri dan anaknya. Karena lukanya cukup parah, Putri sempat pingsan dan dibawa ke Puskesmas terdekat di daerah Kuburan Cina. Namun, karena perdarahan tidak kunjung berhenti dan lukanya dalam, ia dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Tarakan.
Di RSAL, Putri harus menjalani operasi dengan 8 jahitan di kelopak mata dan 4 jahitan di hidung. “Badan saya masih goyang, tapi di RSAL sudah agak tenang,” katanya.

Baca Juga: Cuaca Ekstrem, Waspada Bencana Lokal di Tarakan
Biaya Pengobatan Rp 3 Juta: BPJS Tidak Menanggung
Masalah baru muncul ketika Putri harus menanggung biaya pengobatan sebesar Rp 3 juta. Menurut peraturan BPJS Kesehatan, kecelakaan akibat benang layangan dianggap sebagai kecelakaan tunggal dan tidak termasuk dalam cakupan layanan BPJS.
“Katanya tidak bisa pakai BPJS karena ini kecelakaan,” keluh Putri yang tinggal di Kelurahan Karang Balik.
Perawat RSAL, Muhammad Akbar Maulana, menjelaskan bahwa kecelakaan akibat benang layangan hanya bisa ditanggung BPJS jika memenuhi syarat tertentu, seperti tidak disebabkan kelalaian pengendara. Namun, dalam kasus ini, luka akibat benang layangan tidak masuk dalam kriteria tersebut.
Korban Semakin Banyak: Pemerintah Diminta Bertindak Tegas
Akbar mengungkapkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, sudah ada beberapa pasien yang menjadi korban benang layangan. “Bahkan ada anak kecil yang tiga jarinya terluka. Korbannya makin parah,” ujarnya.
Putri berharap pemerintah lebih tegas dalam menertibkan permainan layangan yang membahayakan keselamatan orang lain. “Tolonglah, jangan main-main sembarangan. Kasihan, banyak korban. Saya rugi sampai Rp 3 juta, cari uang susah,” ucapnya.
Menurut Akbar, pemulihan luka seperti yang dialami Putri bergantung pada kepatuhan pasien dalam pengobatan dan kontrol rutin. Prosesnya bisa memakan waktu lama, apalagi jika lukanya cukup dalam dan memengaruhi jaringan kulit.
Kasus Putri dan anaknya hanyalah satu dari banyak korban benang layangan di Tarakan. Jika tidak ada tindakan tegas, bukan tidak mungkin akan ada korban berikutnya dengan kondisi lebih parah. Masyarakat diharapkan lebih waspada, sementara pemerintah harus mengambil langkah nyata untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.